(Buat adik terdegilku, Hariz)
I
Ketika malam memecahkan gemintang di kamarku, baru kulewat tersedar – kau semakin dewasa
saatnya saat aku masih lalai dengan keseronokan, masih, aku tidak sengaja mempercepatkan
waktu dengan melakukan hal yang sia-sia, sedangkan hari pentingmu hampir tiba. Mataku
menangkap kalendar yang sudah lama dibiarkan tidak dipangkah, lalu terfikir, indahnya jika
waktu ini boleh kuputar dengan jariku yang bakal menjadi ajaib – mustahil. Kini ingatan
perlahan-lahan muncul di tubuh jendela – aku selalu saja marah-marah padamu, ya, aku ingat
saat itu saatnya aku menjadi baran setelah kalah bermain permainan video bersamamu.
II
Hariz, kau tahu? Aku tidak berani untuk mengungkapkan permohonan maaf kepadamu saat itu.
Mungkin, akulah pemadam warna indigo pada tujuh pelangi hidupmu – ia menjadikan harimu
tidak sempurna, tiada lagi pelangi. Di nota kecil ini, aku ajaib dan tiba-tiba menjadikanku lebih
berani untuk mengaku kesalahan.
III
Usiamu kini menginjak 9 – jauh lebih muda berbandingku, ya, kau semakin membesar tetapi
kenangan kita masih kekal remaja dan segar. Terima kasih atas nostalgia-nostalgia kecil yang
menjadikan aku selalu ketawa apabila teringat kenangan bersama. Walaupun kini, kaulihat aku
sudah berbeza, tetapi Hariz, sebenarnya aku masih sama saja seperti dua-tiga tahun yang lalu dan
aku akan buktikannya melalui puisi-puisiku yang tidak akan tua dan tidak akan lupa sama sekali
pada dirimu.
0 Comments
terima kasih kerana meluangkan masa membaca dan meninggalkan komen.